YLSA
Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap
dalam dada orang bodoh (Pengkhotbah 7:9)
AMARAH KEPITING
Ketika air laut sedang surut, banyak anak menangkap kepiting kecil
di tepi Pantai Belawan, Sumatera Utara. Anak-anak itu memegang
setangkai kayu pendek dengan seutas tali pancing pendek. Sebuah batu
atau kayu yang sangat kecil diikatkan di ujung tali pancing. Mereka
menyentuhkannya kepada kepiting yang sedang mengintip dari
rongga-rongga pasir yang kering. Biasanya kepiting itu akan marah,
lalu menjepit batu atau kayu kecil itu. Itulah saat yang ditunggu
anak-anak itu. Mereka menarik kayunya dan memasukkan kepiting itu ke
dalam ember atau wadah penampung lainnya. Kepiting itu akan menjadi
mainan mereka atau kemudian dijual seharga Rp500,00 kepada anak
lain. Amarah telah mencelakakan si kepiting.
Banyak hal yang dapat memancing amarah kita dan menguras persediaan
kesabaran kita. Namun, kemarahan seringkali membuat seseorang
bertindak dengan tidak bijaksana. Ketika kita marah, emosi negatif
akan mendominasi perasaan kita dan menuntut pelampiasan yang
sepadan. Ketika melampiaskannya, mungkin kita merasakan kepuasan
sesaat, namun setelah itu kita dirundung oleh penyesalan dan rasa
bersalah. Kadang-kadang, amarah bahkan bisa mencelakakan kita.
Untuk dapat meredam amarah, kita perlu melatih dan memelihara
kesabaran. Bukan berarti kita tidak boleh marah, namun emosi kita
semestinya tidak lekas terpancing. Kita juga perlu belajar untuk
marah pada saat yang tepat dan memberikan respon dengan cara yang
benar sehingga kita tidak perlu menyesalinya kemudian. --HT
AKAN SELALU ADA PERKARA YANG MEMANCING KEMARAHAN KITA,
NAMUN KITA DAPAT MEMILIH UNTUK TIDAK MENANGGAPINYA.